MAKALAH
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Tugas Mata Manajemen SDM
Dosen :
Rizkha
Chairunissa

Disusun :
Nurul
Aini 1441020053
Tatik
Novia Putri 1441020157
Suharti 1441020155
PMI/A/Semester IV
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI( IAIN )
RADEN INTAN LAMPUNG
Bandar Lampung 2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan rasa syukur selalu kita panjatkan kehadirat
ALLAH SWT yang telah memberikan serta melimpahkan karunianya sehingga penulisan
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan pada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk
disajikan dalam rangka memenuhi tugas
Mata kuliah Manajemen SDM. Ucapan terima kasih penulis haturkan
kepada dosen pengajar mata kuliah ibu Rizka yang telah memberikan beberapa
penjelasan dan pengarahan dalam membuat makalah ini sehingga makalah ini bisa
selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Amin.
Bandar
Lampung, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia.............................................. 2
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia..... 2
C.
Manfaat Perencanaan SDM ………………........................................................ 4
D.
Tujuan Perencanaan Sumber Daya Manusia ………………............................ 6
E.
Proses Dalam Perencanaan SDM ………………............................................... `
7
F.
Perencanaan Prosedur Dan Rencana SDM ………………............................... ` 9
G.
Sistem Perencanaan
SDM ………………............................................................ 11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Manajemen adalah Suatu
rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi.
Langkah – Langkah proses yang terpadu itu adalah suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, sumber – sumber organisasi yang
dapat berupa materi dan adanya suatu tujuan yang di tetapkan, semua proses
tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
ZIS adalah Zakat,
Infak, dan Sedekah. Manajemen ZIS menurut ajaran Islam adalah suatu rentetan
langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi ZIS yang
bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
Bagi umat islam
membayar zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Karena zakat
merupakan rukun islam yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku
dirinya seorang muslim. Istilah zakat (pemberian) telah ada sebelum Rasulullah
di utus. Hanya saja, pemberian dilakukan waktu itu penuh dengan kemusyrikan,
karena dipersembahkan kepada berhala.
Maka dari itu system
kehidupan manusia telah di atur secara rinci dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits,
yang dikenal dengan sebutan Al-Ahkamul Khomsah (Hukum yang lima). Yang terdiri
dari aturan mengenai wajib, sunnah,mubah, makruh, dan haramnya suatu aturan
hukum dari setiap perbuatan manusia. Tujuan diaturnya hukum tersebut adalah
untuk menjamin keselamatan manusia, baik jiwa, raga, akal, harta, agama dan
lain sebagainya. Dan manusia wajib menjaga apa yang di berikan Allah kepada
umatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shadaqah?
C. Tujuan Penulisan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shadaqah
Menurut kamus besar
bahasa indonesia, pengolahan adalah proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Pengelolaan menurut Soekanto adalah suatu
proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan penggerak
sampai dengan proses terwujudnya tujuan. Jadi dapat disimpulakan bahwa
pengolahan adalah melaksakan suatau kegiatan yang meliputi fungsi-fungsi
manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai
tujuan secara efisien.[1]
ZIS adalah Zakat,
Infak, dan Sedekah. Manajemen ZIS menurut ajaran Islam adalah suatu rentetan
langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi ZIS yang
bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
1.
Zakat.
Zakat adalah suatu rukun Islam yang merupakn kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ’suci’, yaitu menjadi terbebas dari sesuatu yang haram, ’baik’, menjadi sesuatu yang baik, ’berkah’, dapat ridho dan diberkahi oleh Allah SWT, ’tumbuh’, dan ’berkembang’, dapat bertambah dan bertambah terus, Jadi kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang di keluarkan zakatnya diharapkan akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, seperti dajelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Rum ayat 39.[2]
Zakat adalah suatu rukun Islam yang merupakn kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ’suci’, yaitu menjadi terbebas dari sesuatu yang haram, ’baik’, menjadi sesuatu yang baik, ’berkah’, dapat ridho dan diberkahi oleh Allah SWT, ’tumbuh’, dan ’berkembang’, dapat bertambah dan bertambah terus, Jadi kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang di keluarkan zakatnya diharapkan akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, seperti dajelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Rum ayat 39.[2]
2.
Infak
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya (surah al- anfal : 36). Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika Zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisabnya. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang barpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada orang yang berhak dizakati atau 8 asnaf, maka infak dapat diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya. Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.[3]
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya (surah al- anfal : 36). Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika Zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisabnya. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang barpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada orang yang berhak dizakati atau 8 asnaf, maka infak dapat diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya. Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.[3]
3.
Sedakah
Sedekah berasal dari kata “Shadaqa” yang berarti “benar” orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk hukum dan ketentuan- ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memili arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Seringkali kata- kata sedekah dipergunakan dalam al-quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak dan bersedekah.[4]
Sedekah berasal dari kata “Shadaqa” yang berarti “benar” orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk hukum dan ketentuan- ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memili arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Seringkali kata- kata sedekah dipergunakan dalam al-quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak dan bersedekah.[4]
Jadi Sedekah
adalah pemberian sukarela yang dilakukan seseorang kepada orang lain, terutama
kepada orang- orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan
baik jenis, jumlah maupun waktunya. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang
bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi
orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang
lain, termasuk dalam katagori sedekah.
B. Landasan
Normatif Pengelolaan Zakat
Zakat mempunyai peranan
penting dalam sistem perekonomian Islam, karena zakat adalah salah satu sumber
dana untuk menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam.
Zakat berfungsi sebagai
sarana mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan diri dan harta kekayaan dari
kotoran-kotoran, juga menjadi batu harapan bagi kaum fakir miskin dan menjadi
sarana penunjang, pengembangan, dan pelestarian ajaran Islam dalam masyarakat.
Zakat dapat membantu, mencukupi dan menolong masyarakat untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan dirasakan masyarakat.[5]
Dali-dalil yang memberi isyarat tentang
Pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah antara lain adalah :
1.
Surat al-Taubah
ayat 60 yang menetapkan bahwa amil zakat salah satu di antara asnaf yang berhak
menerima zakat berdasarkan kerja mereka.
*
$yJ¯RÎ)
àM»s%y¢Á9$#
Ïä!#ts)àÿù=Ï9
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur
$pkön=tæ
Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur
öNåkæ5qè=è%
Îûur
É>$s%Ìh9$#
tûüÏBÌ»tóø9$#ur
Îûur
È@Î6y
«!$#
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
( ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3 ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ6ym
ÇÏÉÈ
60.
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[6]
·
Penafsiran Kata
:
As-Sadaqah :
ialah zakat yang diwajibkan atas uang, binatang ternak, tanaman, dan
perniagaan.
Al-Faqir :
orang yang mempunyai harta sedikit, tidak mencapai nishab (kurang dari 12
pound).
Al-Miskin :
orang tidak punya, sehingga dia perlu meminta-minta sandang dan pangannya.
Al-Amil 'alaiha :
orang yang diserahi tugas oleh sultan atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat
dari orang-orang kaya.
Al-Mu'allafatu qulubuhum :
orang-orang yang dikehendaki agar hatinya cenderung atau tetap kepada Islam.
Fir-Riqab :
untuk berinfaq dalam menolong budak-bidak, guna membebaskan mereka dari
perbudakan.
Al-Gharimin :
orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak sanggup membayarnya.
Fi Sabilillah : di
jalan untuk mencapai keridaan dan pahala Allah. Yang dimaksud ialah: setiap
orang yang berjalan di dalam ketaatan kepada Allah dan di jalan kebaikan,
seperti orang-orang yang berperang, jama'ah haji yang terputus perjalanannya,
dan mereka tidak mempunyai sumber harta lagi, dan para penuntut ilmu yang
faqir.
Ibnus-Sabil :
musafir yang jauh dari negerinya dan sulit baginya untuk mendatangkan sebagian
dari hartanya, sedangkan dia kaya di negerinya tetapi faqir di dalam
perjalanan.
Faridlatun minallah : Allah
mewajibkan hal itu secara mutlaq, tanpa seorang pun yang ikut serta dalam
mewajibkannya.
·
Penjelasan
Penggunaan Zakat
Ada delapan macam orang yang berhak
diberi zakat, yaitu :[7]
1) Faqir
2) Miskin : keadaan mereka lebih
buruk daripada orang-orang faqir, sebagaimana firman Allah : "Atau
orang miskin yang sangat fakir." (Al-Balad, 90: 60). Yakni, orang
meletakan kulitnya ke tanah dalam sebuah lubang untuk menutupi tubuhnya sebagai
penganti kain, dan perutnya diganjalkan ke tanah pula karena sangat laparnya.
Keadaan ini merupakan puncak bahaya dan kesusahan.
3) Amil : mereka adalah
orang-orang yang diutus oleh sultan untuk memungut dan memelihara zakat.
4) Mu'allaf : mereka adalah kaum
yang dikehendaki, agar hatinya cenderung atau tetap kepada Islam, menghentikan
kejahatannya terhadap kaum muslimin, atau diharapkan memberi manfaat dalam
melindungi kaum muslimin atau menolong mereka terhadap musuh. Mereka terbagi ke
dalam tiga golongan (lihat tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustofa Al-Maraghi, h.
243).
5) Hamba sahaya : Ahmad dan Bukhari
meriwayatkan dari Barra' bin 'Azib : telah seorang lelaki kepada Rasulullah
saw. Dia berkata, "Tunjukkan kepada saya, perbuatan apakah yang dapat
mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan saya dari neraka." Beliau
bersabda, "Merdekakan ('itqun) budak dan bebaskan (fakkun) budak."
Dia bertanya, "Bukankah keduanya sama?" Beliau menjawab, "Tidak
: memerdekakan budak berarti kamu sendiri memerdekakannya, sedangkan
membebaskan budak berarti kamu membantu harganya untuk dia memerdekakan dirinya."
6) Gharim : orang-orang yang
mempunyai hutang yang menjerat lehernya, dan tidak mampu membayarnya.
7) Sabilillah : Jalan Allah adalah
jalan yang menuju keridlaan dan pahala-Nya. Yang dimaksud ialah orang-orang
yang berperang dan mempersapkan dirinya untuk berjihad. Diriwayatkan dari Imam
Ahmad, bahwa dia menjadikan perjalanan ibadah haji termasuk jalan allah.
Termasuk dalam hal ini ialah seluruh kebaikan, seperti mengkafani orang mati,
membangun jembatan dan benteng, memakmurkan masjid dan lain sebagainya.
8) Ibnus Sabil : orang yang jauh dari
negerinya dalam suatu perjalanan, dan sulit baginya untuk memperoleh sebagian
hartanya jika dia mempunyai harta. Dia kaya di negerinya, tetapi faqir di
perjalanannya. Maka, karena kekafirannya yang baru muncul itu, dia diberi
sedekah sekedar dapat menolong dia untuk kembali kenegerinya.
2.
Surat al-Taubah
ayat 103, yang memberi tugas kepada Nabi SAW. memungut zakat dari orang kaya
dan mendistribusikannnya kepada mereka yang berhak menerimanya.
õè{
ô`ÏB
öNÏlÎ;ºuqøBr&
Zps%y|¹
öNèdãÎdgsÜè?
NÍkÏj.tè?ur
$pkÍ5
Èe@|¹ur
öNÎgøn=tæ
( ¨bÎ)
y7s?4qn=|¹
Ö`s3y
öNçl°;
3 ª!$#ur
ììÏJy
íOÎ=tæ
ÇÊÉÌÈ
103. ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
·
Penafsiran kata
As-Sadaqah :
apa yang dinafkahkan oleh orang mukmin dengan maksudmendekatkan diri kepada
Allah.
At-Tazkiyah
: adalah dari kata rajulun zakiy, artinya orang yang kebaikan dan keutamaannya
lebih. Kata-kata ini terdapat dalam Al-Asas.
As-Sakan
: sesuatu yang jiwa merasa tenteram dan sengan kepadanya. Yaitu, keluarga,
harta, kesenangan, doa dan pujian.
As-Shalah :
Do'a.
Ambillah Sedekah Untuk Mensucikan
dan Membersihkan Mereka.
Ambillah hai Rasul dari harta yang
diserahkan oleh orang-orang yang tidak ikut perang itu. Juga dari harta orang
mukmin lainnya, dari berbagai jenis harta, berupa emas, perak, binatang ternak
atau harta dagangan, sebagai sedekah dengan ukuran tertentu dalam zakat fardlu,
atau ukuran tidak tertentu dalam zakat sunnah, yang dengan sedekah itu kamu
membersihkan mereka dari kotoran kebakhilan, tamak, dan sifat yang kasar
terhadap orang-orang kafir yang sengsara. Dengan sedekah itu pula, kamu
mensucikan jiwa mereka dan mengangkat jiwa mereka ke derajat orang-orang yang
baik dengan melakukan kebajikan, sehinga mereka patut mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Dari kedua ayat tersebut di atas,
jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas
mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks
sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW
telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat.
Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang
perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang
mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan
mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. [9]
Pada masa Rasul SAW, beliau
mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah
ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat
dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil
sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah,
dalam konteks kekinian, amil tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan
Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di
Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa
BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga ada lembaga atau
yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah di
Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di Lampung.
Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara
profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah
diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan
pembangunan fasilitas umum umat Islam.[10]
3.
Al Baqarah ayat
267 tentang kualitas harta yang akan diinfakkan
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
(#qà)ÏÿRr&
`ÏB
ÏM»t6ÍhsÛ
$tB
óOçFö;|¡2
!$£JÏBur
$oYô_t÷zr&
Nä3s9
z`ÏiB
ÇÚöF{$#
( wur
(#qßJ£Jus?
y]Î7yø9$#
çm÷ZÏB
tbqà)ÏÿYè?
NçGó¡s9ur
ÏmÉÏ{$t«Î/
HwÎ)
br&
(#qàÒÏJøóè?
ÏmÏù
4 (#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
;ÓÍ_xî
îÏJym
ÇËÏÐÈ
267.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
·
Penafsiran kata
Anfiqu :
kata infaq berasala dari akar kata nafaqa-yanfuqu-nafaqan-nifaqan,
yang artinya "berlalu", "habis", "laris",
"ramai". Kalimat nafaqa asy-syai'u artinya sesuatu itu habis,
baik habis karena dijual, mati, atau karena dibelanjakan. Kalimat nafaqa
al-bai'u nafaqan artinya dagangan itu habis karena laris terjual. Infaq
yang berarti "menghabiskan" atau "membelanjakan" dapat
berkenaan dengan harta atau lainnya, dan status hukumnya bisa wajib dan bisa
sunat.
Thayyibat :
terambil dari kata thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai);
lawannya adalah khabis yang berarti buruk dan dibenci.
Wa la tayammamu :
artinya, janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki.
Taghmidlu :
artinya meremehkan, memicingkan mata. Perkataan Aghmidl (remehkan,
picingkan matamu) kepada si penjual, artinya "janganlah kamu
selidiki/teliti seakan-akan kamu tidak melihat."
Pada ayat (QS.
Al-Baqarah: 267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan
berkaitan dengan kualitas harta yang akan diinfakkan, yaitu bahwa harta
tersebut hendaknya merupakan harta terbaik dan paling dicintai, sehingga dengan
demikian pedoman tentang infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allah menjadi
lengkap dan sempurna.
Allah mengaitkan
hasil usaha kepada mereka, meskipun dia yang menciptakan perbuatan mereka,
karena hasil itu merupakan perbuatan mereka. Sedangkann yang mengeluarkan hasil
bumi disandarkan kepada Allah, karena hal itu bukan perbuatanmereka dan juga di
luar kesanggupan mereka.
bÎ)
(#rßö6è?
ÏM»s%y¢Á9$#
$£JÏèÏZsù
}Ïd
( bÎ)ur
$ydqàÿ÷è?
$ydqè?÷sè?ur
uä!#ts)àÿø9$#
uqßgsù
×öyz
öNà6©9
4 ãÏeÿs3ãur
Nà6Ztã
`ÏiB
öNà6Ï?$t«Íhy
3 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î6yz
ÇËÐÊÈ
271.
jika kamu Menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka
Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Di dalam ayat
yang lalu, Allah mengemukakan bahwa Dia Maha Mengetahui terhadap apa yang
kalian infaqkan. Allah kelak akan membalasnya. Apabila baik, maka balasannya
adalah baik; dan jika jelek, maka balasannya pun jelek.
Kemudian, di dalam ayat ini Allah
menjelaskan tentang cara memberikan sedekah tersebut, yang tentu saja ada yang
diberikan secara sembunyi, dan ada yang diberikan secara terang-terangan, dan
mana yang paling utama dari keduanya.
Allah
menggambarkan bahwa memberikan infaq kepada fakir miskin secara
sembunyi-sembunyi, lebih baik bagi pelakunya daripada menampakkannya.
Pembatasan yang ditetapkan Allah untuk merahasiakan pemberian kepada fakir miskin
secara khusus, dan Allah tidak mengatakan, "jika kalian menyembunyikannya,
maka hal itu lebih baik bagi kalian". Sebab di antara shadaqah ada yang
tak mungikin disembunyikan, seperti menyediakan perlengkapan pasukan perang,
membangun jembatan, dan lain sebagainya. Tapi ketika memberikannya kepada fakir
miskin, maka ada beberapa manfaatnya untuk menyembnyikannya, seperti menutupi
aibnya, tidak membuatnya malu di hadapan manusia, dan sebagainya.
Dan apabila
kalian menampakkan sedekah secara terang-terangan, maka sebaik-baiknya amal itu
adalah yang terang-terangan. Sebab, hal ini merupakan panutan yang baik bagi
lainnya.Di samping itu, sedekah merupakan salah satu syi'ar agama Islam.
Seandainya disembunyikan, maka ada sebagian orang yang menduga, bahwa
mengeluarkan sedekah secara terang-terangan adalah dilarang di dalam Islam.
5.
Hadis tentang
Pengelolaan ZIS harus bertanggung jawab dan dapat dipercaya ( Amanah):
Dari
‘Adi bin Umairah berkata, “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang
siapa di antaramu kami angkat menjadi amil zakat, lalu ia gelapkan sebuah jarum
atau lebih, maka pada hari kiamat ia akan datang sebagai penghianat”, lalu
berdirilah seorang hitam dari kalangan Anshar, yang tampaknya saya pernah
melihatnya. Ia berkata: “Ya Rasulullah! Jelaskan kepadaku pekerjaan yang engkau
maksudkan itu”, Nabi bersabda: “Baiklah saya katakan sekarang. Barang siapa di
antaramu aku angkat menjadi pelaksana suatu pekerjaan, hendaklah ia melaporkan
hasil kerjanya, baik ia peroleh sedikit ataupun banyak. Lalu ia mengambil apa
yang aku berikan dan yang aku larang tidak ia ambil”. (HR. Muslim).[14]
Untuk menciptakan pengelolaan yang baik
dan profesional diperlukan kualifikasi-kualifikasi sebagai berikut:
a. perlu
adanya penyuluhan terhadap masyarakat tentang ketentuan-ketentuan zakat,
sehingga mereka sadar akan makna, tujuan, dan hikmah dari zakat tersebut.
b. Menginventarisir
orang-orang yang wajib zakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat serta
mendeteksi mustahik zakat yang lebih membutuhkannya.[15]
c. Amil
zakat benar-benar orang terpercaya, karena zakat adalah masalah yang sensitif.
Oleh karenanya dibutuhkan kejujuran dan keikhlasan amil zakat untuk menumbuhkan
adanya kepercayaan masyarakat terhadap amil zakat.
Perlu adanya perencanaan dan
pengawasan atas pelaksanaan dan pemungutan zakat yang baik.
C. Landasan
Rasional Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadakah
Secara umum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 berbicara mengenai, Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan
kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat
merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan,
kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam pengelolaan zakat.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan
Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38
tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan Haji No. D. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam
Undang-Undang ini masih banyak kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki
yang melalaikan kewajibannya tidak membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini
mendorong upaya untuk pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan
dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
“Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan
zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus
berjalan dengan baik.
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan
bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Di samping berkaitan dengan perintah
Al-quran Pengelolaan zakat oleh amil zakat memiliki beberapa
keuntungan antara lain:[16] Pertama,
untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, untuk
menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga , untuk
mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan
harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat. Keempat,
untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan
yang Islami.[17]
Sementara itu dalam Bab II pasal 5 Undang-Undang No. 38
tahun 1999 dikemukakan bahwa pengolahan zakat, melalui amil zakat,bertujuan :[18]
1. Meningkatkan pelayanan bagi
masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama
2. Meningkatkan fungsi dan peranan
pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan masyarakat dan keadilan sosial
3. Meningkatkan hasil guna dan daya
guna zakat.
Selama ini pengelolaan
zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam
Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional.[19]
Untuk membantu BAZNAS
dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib
melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan
keuangan. LAZ selama ini hidup dan diakui ditengah masyarakat banyak, tanpa
perlu menjadi ormas[20].
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan
prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk
usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ
juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam
pembukuan tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Sedangkan badan
pengelolaannya baru sempat dibentuk pada tanggal 17 Januari 2001 dengan
Keputusan Presiden RI nomor 38 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional.
Pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang- Undang zakat no.23
tahun 2011
[1] Ditulis
oleh Yuli pada 05 Mei 20155http://www.definisi-pengertian.com./2012/05/definisi-dan-pengertian-pengelolaan.html di akses pada 04 maret 2016,
11.20 wib
[2]
Dindin Hafidzhuddin, Zakat dalam
perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm 7
[3]
Gustian Djuanda, Pelaporan zakat pengurangan
pajak penghasilan ( Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006), hlm
[5]
Djamaluddin Darwis,
English for Islamic Studies,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
hlm144
[6]
Al-Quran dan Terjemah
[7] Ditulis oleh
Arif pada 20 Desember 2012 http://arifalmaydhani.blogspot.co.id/2012/12/ayat-ayat-tentang-zakat-dan-infaq.html di akses pada
04 maret 2016, 11.20 wib
[8]
ibid, Arif
[10]
Drs.
ALI HAMZAH HARAHAP, M.Ag 07.22http://ah96708.blogspot.co.id/2011/06/pengelolaan-zakat-menurut-islam.html di akses pada 04 maret 2016,
11.25 wib
[11] Ibid,Arif
[12]
Mardani, ayat-ayat dan Hadits ekonomi
syariah ( Jakarta: PT Raja grafindo persada, 2011) Hlm 70
[13] Ibid,arif
[15] A. Rahman Ritonga dan Zainuddin,
Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), hlm.208
[16] Dipost oleh
Ahmad pada Rabu, 19 Desember 2012 http://konsultanekonomi.blogspot.co.id/2012/06/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq.html di akses pada
04 maret 2016, 11.30 wib
[17]
Dindin Hafidzhuddin, Zakat dalam
perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm 53-54
[18]
Ibid, hlm 54
[19] M. Arif
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, ( Jakarta : Kencana Prenada
Media Grup, 2008 ), hlm 145