Jumat, 13 Mei 2016

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA


MAKALAH
PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Tugas Mata Manajemen SDM
Dosen  :
Rizkha Chairunissa


indexgtuyyyyyy.jpg

Disusun :

                  
                   Nurul Aini                                                 1441020053
                   Tatik Novia Putri                                     1441020157
                   Suharti                                                      1441020155

PMI/A/Semester IV

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI( IAIN )
RADEN INTAN LAMPUNG
Bandar Lampung 2015


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
                                              
Puji dan rasa syukur selalu kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan serta melimpahkan karunianya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk disajikan dalam rangka memenuhi tugas Mata kuliah Manajemen SDM. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen pengajar mata kuliah ibu Rizka yang telah memberikan beberapa penjelasan dan pengarahan dalam membuat makalah ini sehingga makalah ini bisa selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.



Bandar Lampung,  Maret 2016
                                                                                                   

                                                                          Penulis








DAFTAR ISI
           
KATA PENGANTAR......................................................................................................   i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................   ii

BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.......................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................................   1
C.     Tujuan Penulisan..................................................................................................   1

BAB II  PEMBAHASAN
A.    Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia..............................................   2
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia.....   2
C.    Manfaat Perencanaan SDM ………………........................................................   4
D.    Tujuan Perencanaan Sumber Daya Manusia ………………............................   6
E.     Proses Dalam Perencanaan SDM ………………............................................... ` 7
F.     Perencanaan Prosedur Dan Rencana SDM ………………............................... ` 9
G.    Sistem Perencanaan SDM ………………............................................................ 11

BAB III PENUTUP                                                                                                     
A.    Kesimpulan............................................................................................................   13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................   14




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manajemen adalah Suatu rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi. Langkah – Langkah proses yang terpadu itu adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, sumber – sumber organisasi yang dapat berupa materi dan adanya suatu tujuan yang di tetapkan, semua proses tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
ZIS adalah Zakat, Infak, dan Sedekah. Manajemen ZIS menurut ajaran Islam adalah suatu rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi ZIS yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
Bagi umat islam membayar zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Karena zakat merupakan rukun islam yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku dirinya seorang muslim. Istilah zakat (pemberian) telah ada sebelum Rasulullah di utus. Hanya saja, pemberian dilakukan waktu itu penuh dengan kemusyrikan, karena dipersembahkan kepada berhala.
Maka dari itu system kehidupan manusia telah di atur secara rinci dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, yang dikenal dengan sebutan Al-Ahkamul Khomsah (Hukum yang lima). Yang terdiri dari aturan mengenai wajib, sunnah,mubah, makruh, dan haramnya suatu aturan hukum dari setiap perbuatan manusia. Tujuan diaturnya hukum tersebut adalah untuk menjamin keselamatan manusia, baik jiwa, raga, akal, harta, agama dan lain sebagainya. Dan manusia wajib menjaga apa yang di berikan Allah kepada umatnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shadaqah?



C.    Tujuan Penulisan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengelolaan Zakat, Infak, dan Shadaqah
Menurut kamus besar bahasa indonesia, pengolahan adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Pengelolaan menurut Soekanto adalah suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengaturan, pengawasan penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan. Jadi dapat disimpulakan bahwa pengolahan adalah melaksakan suatau kegiatan yang meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efisien.[1]
ZIS adalah Zakat, Infak, dan Sedekah. Manajemen ZIS menurut ajaran Islam adalah suatu rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi ZIS yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist.
1.      Zakat.
Zakat adalah suatu rukun Islam yang merupakn kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ’suci’, yaitu menjadi terbebas dari sesuatu yang haram, ’baik’, menjadi sesuatu yang baik, ’berkah’, dapat ridho dan diberkahi oleh Allah SWT, ’tumbuh’, dan ’berkembang’, dapat bertambah dan bertambah terus, Jadi kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang di keluarkan zakatnya diharapkan akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, seperti dajelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Rum ayat 39.[2]
2.      Infak
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya (surah al- anfal : 36). Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq adalah mengeluarkan sebagian  dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika Zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisabnya. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang barpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada orang yang berhak dizakati atau 8 asnaf, maka infak dapat diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya. Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.[3]
3.      Sedakah
Sedekah berasal dari kata “Shadaqa” yang berarti “benar” orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk hukum dan ketentuan- ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memili arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Seringkali kata- kata sedekah dipergunakan dalam al-quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak dan bersedekah.[4]
Jadi Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang- orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain, termasuk dalam katagori sedekah.

B.     Landasan Normatif Pengelolaan Zakat
Zakat mempunyai peranan penting dalam sistem perekonomian Islam, karena zakat adalah salah satu sumber dana untuk menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam.
Zakat berfungsi sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan diri dan harta kekayaan dari kotoran-kotoran, juga menjadi batu harapan bagi kaum fakir miskin dan menjadi sarana penunjang, pengembangan, dan pelestarian ajaran Islam dalam masyarakat. Zakat dapat membantu, mencukupi dan menolong masyarakat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan dirasakan masyarakat.[5]
Dali-dalil yang memberi isyarat tentang Pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah antara lain adalah :
1.            Surat al-Taubah ayat 60 yang menetapkan bahwa amil zakat salah satu di antara asnaf yang berhak menerima zakat berdasarkan kerja mereka.
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[6]
·         Penafsiran Kata :
As-Sadaqah : ialah zakat yang diwajibkan atas uang, binatang ternak, tanaman, dan perniagaan.
Al-Faqir : orang yang mempunyai harta sedikit, tidak mencapai nishab (kurang dari 12 pound).
Al-Miskin : orang tidak punya, sehingga dia perlu meminta-minta sandang dan pangannya.
Al-Amil 'alaiha : orang yang diserahi tugas oleh sultan atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya.
Al-Mu'allafatu qulubuhum : orang-orang yang dikehendaki agar hatinya cenderung atau tetap kepada Islam.
Fir-Riqab : untuk berinfaq dalam menolong budak-bidak, guna membebaskan mereka dari perbudakan.
Al-Gharimin : orang-orang yang mempunyai hutang dan tidak sanggup membayarnya.
Fi Sabilillah : di jalan untuk mencapai keridaan dan pahala Allah. Yang dimaksud ialah: setiap orang yang berjalan di dalam ketaatan kepada Allah dan di jalan kebaikan, seperti orang-orang yang berperang, jama'ah haji yang terputus perjalanannya, dan mereka tidak mempunyai sumber harta lagi, dan para penuntut ilmu yang faqir.
Ibnus-Sabil : musafir yang jauh dari negerinya dan sulit baginya untuk mendatangkan sebagian dari hartanya, sedangkan dia kaya di negerinya tetapi faqir di dalam perjalanan.
Faridlatun minallah : Allah mewajibkan hal itu secara mutlaq, tanpa seorang pun yang ikut serta dalam mewajibkannya.
·         Penjelasan
Penggunaan Zakat
Ada delapan macam orang yang berhak diberi zakat, yaitu  :[7]
1)      Faqir
2)      Miskin : keadaan mereka lebih buruk daripada orang-orang faqir, sebagaimana firman Allah : "Atau orang miskin yang sangat fakir." (Al-Balad, 90: 60). Yakni, orang meletakan kulitnya ke tanah dalam sebuah lubang untuk menutupi tubuhnya sebagai penganti kain, dan perutnya diganjalkan ke tanah pula karena sangat laparnya. Keadaan ini merupakan puncak bahaya dan kesusahan.
3)      Amil : mereka adalah orang-orang yang diutus oleh sultan untuk memungut dan memelihara zakat.
4)      Mu'allaf : mereka adalah kaum yang dikehendaki, agar hatinya cenderung atau tetap kepada Islam, menghentikan kejahatannya terhadap kaum muslimin, atau diharapkan memberi manfaat dalam melindungi kaum muslimin atau menolong mereka terhadap musuh. Mereka terbagi ke dalam tiga golongan (lihat tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustofa Al-Maraghi, h. 243).
5)      Hamba sahaya : Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dari Barra' bin 'Azib : telah seorang lelaki kepada Rasulullah saw. Dia berkata, "Tunjukkan kepada saya, perbuatan apakah yang dapat mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan saya dari neraka." Beliau bersabda, "Merdekakan ('itqun) budak dan bebaskan (fakkun) budak." Dia bertanya, "Bukankah keduanya sama?" Beliau menjawab, "Tidak : memerdekakan budak berarti kamu sendiri memerdekakannya, sedangkan membebaskan budak berarti kamu membantu harganya untuk dia memerdekakan dirinya."
6)      Gharim : orang-orang yang mempunyai hutang yang menjerat lehernya, dan tidak mampu membayarnya. 
7)      Sabilillah : Jalan Allah adalah jalan yang menuju keridlaan dan pahala-Nya. Yang dimaksud ialah orang-orang yang berperang dan mempersapkan dirinya untuk berjihad. Diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa dia menjadikan perjalanan ibadah haji termasuk jalan allah. Termasuk dalam hal ini ialah seluruh kebaikan, seperti mengkafani orang mati, membangun jembatan dan benteng, memakmurkan masjid dan lain sebagainya.
8)      Ibnus Sabil : orang yang jauh dari negerinya dalam suatu perjalanan, dan sulit baginya untuk memperoleh sebagian hartanya jika dia mempunyai harta. Dia kaya di negerinya, tetapi faqir di perjalanannya. Maka, karena kekafirannya yang baru muncul itu, dia diberi sedekah sekedar dapat menolong dia untuk kembali kenegerinya.
2.            Surat al-Taubah ayat 103, yang memberi tugas kepada Nabi SAW. memungut zakat dari orang kaya dan mendistribusikannnya kepada mereka yang berhak menerimanya.
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
·         Penafsiran kata
As-Sadaqah : apa yang dinafkahkan oleh orang mukmin dengan maksudmendekatkan diri kepada Allah.
At-Tazkiyah : adalah dari kata rajulun zakiy, artinya orang yang kebaikan dan keutamaannya lebih. Kata-kata ini terdapat dalam Al-Asas.
As-Sakan : sesuatu yang jiwa merasa tenteram dan sengan kepadanya. Yaitu, keluarga, harta, kesenangan, doa dan pujian.
As-Shalah : Do'a.
·         Penjelasan :[8]
Ambillah Sedekah Untuk Mensucikan dan Membersihkan Mereka.
Ambillah hai Rasul dari harta yang diserahkan oleh orang-orang yang tidak ikut perang itu. Juga dari harta orang mukmin lainnya, dari berbagai jenis harta, berupa emas, perak, binatang ternak atau harta dagangan, sebagai sedekah dengan ukuran tertentu dalam zakat fardlu, atau ukuran tidak tertentu dalam zakat sunnah, yang dengan sedekah itu kamu membersihkan mereka dari kotoran kebakhilan, tamak, dan sifat yang kasar terhadap orang-orang kafir yang sengsara. Dengan sedekah itu pula, kamu mensucikan jiwa mereka dan mengangkat jiwa mereka ke derajat orang-orang yang baik dengan melakukan kebajikan, sehinga mereka patut mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat, mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat. Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang perorangan, tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang mempunyai tanggungjawab terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang berhak menerimanya. [9]
Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amil tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat sampai tingkat kelurahan, juga ada lembaga atau yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta, Yayasan Dana Sosial Al-Falah di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan Amil Zakat di Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat secara profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan fasilitas umum umat Islam.[10]
3.            Al Baqarah ayat 267 tentang kualitas harta yang akan diinfakkan
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
·         Penafsiran kata
Anfiqu : kata infaq berasala dari akar kata nafaqa-yanfuqu-nafaqan-nifaqan, yang artinya "berlalu", "habis", "laris", "ramai". Kalimat nafaqa asy-syai'u artinya sesuatu itu habis, baik habis karena dijual, mati, atau karena dibelanjakan. Kalimat nafaqa al-bai'u nafaqan artinya dagangan itu habis karena laris terjual. Infaq yang berarti "menghabiskan" atau "membelanjakan" dapat berkenaan dengan harta atau lainnya, dan status hukumnya bisa wajib dan bisa sunat.
Thayyibat : terambil dari kata thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai); lawannya adalah khabis yang berarti buruk dan dibenci.
Wa la tayammamu : artinya, janganlah kamu bermaksud, menuju, menghendaki.
Taghmidlu : artinya meremehkan, memicingkan mata. Perkataan Aghmidl (remehkan, picingkan matamu) kepada si penjual, artinya "janganlah kamu selidiki/teliti seakan-akan kamu tidak melihat."
·         Penjelasan [11]
Pada ayat (QS. Al-Baqarah: 267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan  berkaitan dengan kualitas harta yang akan diinfakkan, yaitu bahwa harta tersebut hendaknya merupakan harta terbaik dan paling dicintai, sehingga dengan demikian pedoman tentang infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allah menjadi lengkap dan sempurna.
Allah mengaitkan hasil usaha kepada mereka, meskipun dia yang menciptakan perbuatan mereka, karena hasil itu merupakan perbuatan mereka. Sedangkann yang mengeluarkan hasil bumi disandarkan kepada Allah, karena hal itu bukan perbuatanmereka dan juga di luar kesanggupan mereka.
4.            QS. Al-Baqarah: 271 tentang cara memberikan sedekah[12]
bÎ) (#rßö6è? ÏM»s%y¢Á9$# $£JÏèÏZsù }Ïd ( bÎ)ur $ydqàÿ÷è? $ydqè?÷sè?ur uä!#ts)àÿø9$# uqßgsù ׎öyz öNà6©9 4 ãÏeÿs3ãƒur Nà6Ztã `ÏiB öNà6Ï?$t«Íhy 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÐÊÈ  
271. jika kamu Menampakkan sedekah(mu), Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka Menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
·         Penjelasan : [13]
Di dalam ayat yang lalu, Allah mengemukakan bahwa Dia Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian infaqkan. Allah kelak akan membalasnya. Apabila baik, maka balasannya adalah baik; dan jika jelek, maka balasannya pun jelek.
Kemudian, di dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang cara memberikan sedekah tersebut, yang tentu saja ada yang diberikan secara sembunyi, dan ada yang diberikan secara terang-terangan, dan mana yang paling utama dari keduanya.
Allah menggambarkan bahwa memberikan infaq kepada fakir miskin secara sembunyi-sembunyi, lebih baik bagi pelakunya daripada menampakkannya. Pembatasan yang ditetapkan Allah untuk merahasiakan pemberian kepada fakir miskin secara khusus, dan Allah tidak mengatakan, "jika kalian menyembunyikannya, maka hal itu lebih baik bagi kalian". Sebab di antara shadaqah ada yang tak mungikin disembunyikan, seperti menyediakan perlengkapan pasukan perang, membangun jembatan, dan lain sebagainya. Tapi ketika memberikannya kepada fakir miskin, maka ada beberapa manfaatnya untuk menyembnyikannya, seperti menutupi aibnya, tidak membuatnya malu di hadapan manusia, dan sebagainya.
Dan apabila kalian menampakkan sedekah secara terang-terangan, maka sebaik-baiknya amal itu adalah yang terang-terangan. Sebab, hal ini merupakan panutan yang baik bagi lainnya.Di samping itu, sedekah merupakan salah satu syi'ar agama Islam. Seandainya disembunyikan, maka ada sebagian orang yang menduga, bahwa mengeluarkan sedekah secara terang-terangan adalah dilarang di dalam Islam.
5.            Hadis tentang Pengelolaan ZIS harus bertanggung jawab dan dapat dipercaya ( Amanah):
Dari ‘Adi bin Umairah berkata, “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa di antaramu kami angkat menjadi amil zakat, lalu ia gelapkan sebuah jarum atau lebih, maka pada hari kiamat ia akan datang sebagai penghianat”, lalu berdirilah seorang hitam dari kalangan Anshar, yang tampaknya saya pernah melihatnya. Ia berkata: “Ya Rasulullah! Jelaskan kepadaku pekerjaan yang engkau maksudkan itu”, Nabi bersabda: “Baiklah saya katakan sekarang. Barang siapa di antaramu aku angkat menjadi pelaksana suatu pekerjaan, hendaklah ia melaporkan hasil kerjanya, baik ia peroleh sedikit ataupun banyak. Lalu ia mengambil apa yang aku berikan dan yang aku larang tidak ia ambil”. (HR. Muslim).[14]
Untuk menciptakan pengelolaan yang baik dan profesional diperlukan kualifikasi-kualifikasi sebagai berikut:
a.       perlu adanya penyuluhan terhadap masyarakat tentang ketentuan-ketentuan zakat, sehingga mereka sadar akan makna, tujuan, dan hikmah dari zakat tersebut.
b.      Menginventarisir orang-orang yang wajib zakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat serta mendeteksi mustahik zakat yang lebih membutuhkannya.[15]
c.       Amil zakat benar-benar orang terpercaya, karena zakat adalah masalah yang sensitif. Oleh karenanya dibutuhkan kejujuran dan keikhlasan amil zakat untuk menumbuhkan adanya kepercayaan masyarakat terhadap amil zakat.
Perlu adanya perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan dan pemungutan zakat yang baik.

C.    Landasan Rasional Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadakah
Secara umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 berbicara mengenai, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan zakat.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini masih banyak kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya tidak membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik.
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Di samping berkaitan dengan perintah Al-quran Pengelolaan zakat oleh amil zakat memiliki beberapa keuntungan antara lain:[16] Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga , untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.[17]
Sementara itu dalam Bab II pasal 5 Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa pengolahan zakat, melalui amil zakat,bertujuan :[18]
1.      Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan  tuntunan agama
2.      Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan masyarakat dan keadilan sosial
3.      Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.[19]
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan. LAZ selama ini hidup dan diakui ditengah masyarakat banyak, tanpa perlu menjadi ormas[20]. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sedangkan badan pengelolaannya baru sempat dibentuk pada tanggal 17 Januari 2001 dengan Keputusan Presiden RI nomor 38 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional. Pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang- Undang zakat no.23 tahun 2011



[1]  Ditulis oleh Yuli pada 05 Mei 20155http://www.definisi-pengertian.com./2012/05/definisi-dan-pengertian-pengelolaan.html di akses pada 04 maret 2016, 11.20 wib
[2] Dindin Hafidzhuddin, Zakat dalam perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm 7
[3] Gustian Djuanda, Pelaporan zakat pengurangan pajak penghasilan ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm
[4] Ibid, hlm 
[5] Djamaluddin Darwis, English for Islamic Studies,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm144
[6] Al-Quran dan Terjemah
[7] Ditulis oleh Arif pada 20 Desember 2012 http://arifalmaydhani.blogspot.co.id/2012/12/ayat-ayat-tentang-zakat-dan-infaq.html di akses pada 04 maret 2016, 11.20 wib
[8] ibid, Arif
[9]  Dindin Hafidzhuddin, Zakat dalam perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm 53
[11] Ibid,Arif
[12] Mardani, ayat-ayat dan Hadits ekonomi syariah ( Jakarta: PT Raja grafindo persada, 2011) Hlm 70
[13] Ibid,arif
[14]
[15] A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya  Media Pratama, 1997), hlm.208
[16] Dipost oleh Ahmad pada Rabu, 19 Desember 2012 http://konsultanekonomi.blogspot.co.id/2012/06/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq.html di akses pada 04 maret 2016, 11.30 wib
[17] Dindin Hafidzhuddin, Zakat dalam perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm 53-54
[18] Ibid, hlm 54
[19] M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2008 ), hlm 145